Skip to main content

Kuantitas atau Kualitas dulu?

Ketika saya sedang menulis, banyak sekali berkelebat ide-ide lain untuk kemudian saya ingin tuliskan. Tapi, hal itu terbentur dengan pertanyaan, "kapan nulisnya? Ini aja belum selesai."

Suatu saat saya bertanya kepada diri sendiri, "untuk apa saya menulis? Menulis apapun yang penting banyak? Atau menulis sedikit yang penting berkualitas?" Di titik ini saya harus memilih mana yg membuat kemampuan intelektual saya meningkat. Tentunya ada kalimat idealis "menulis yang banyak dan berkualitas" tetapi itu tidak bisa terwujud jika tidak dibatasi oleh periode waktu. Maka, tidak perlu dipikir panjang lagi, saya kira jawabannya sudah jelas, untuk mencapai idealisme tersebut kuncinya adalah konsisten. 

Comments

Popular posts from this blog

14 Februari

Opini Wisnu M.R.(Facebook Kmfpt Ugm, 14 Februari 2015) Liberalisme atau budaya bebas kini telah menyelinap dan merasuki setiap sendi kehidupan.Tak hanya merasuki sistem ekonomi, liberalisme kini terasa hingga aspek budaya.Pergeseran nilai-nilai dalam aspek budaya ini semakin membuatnya jauh dariislam. Salah satu budaya liberal yang sarat akan pergeseran nilai ini, akrab ditelingakita dengan nama hari kasih sayang atau valentine’sday . Hari kasih sayang yang sangatpopuler di kalangan remaja ini, dirayakan pada pertengahan februari tepatnya tanggal 14 februari. Euforia hari kasih sayang dimanfaatkan dengan sempurna oleh pelakubisnis sebagai sarana mempromosikan produknya. Hingar bingar media baik elektronik maupun cetak ikut memeriahkan hari yang dianggap sebagai hari pembuktian cinta ini.Kemeriahan ini sengaja dikemas sedemikian rupa, hingga tak terasa remaja-remajapun itu tercekoki oleh iklan-iklan valentine’sday . Atas dasar trend masa kini,dan agar tidak dikatakan

Ghoddul Bashar

Ada hal yg bisa kita pilih, ada pula hal yang tidak bisa kita pilih, contoh: terlahir menjadi laki-laki, di keluarga A. Ada hal yang sebetulnya bisa kita pilih, tapi kita tidak memakai kewenangan itu, begitu juga sebaliknya, ada hal yang tidak bisa kita pilih, tapi kita mati-matian untuk mendapatkan hal tersebut. Sehingga, terkadang ada solusi atas permasalahan kita, justru kita tidak memilih pilihan tersebut. Manusia berada di antara dua pilihan, pilihan yang harus diterima dan pilihan yang harus dilakukan. 24.An-Nūr : 60 Dan para perempuan tua yang telah berhenti (dari haid dan mengandung) yang tidak ingin menikah (lagi), maka tidak ada dosa menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan; tetapi memelihara kehormatan adalah lebih baik bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Mengapa wanita sudah sepuh boleh menanggalkan pakaian luarnya (bukan berarti telanjang, misal: tidak memakai kerudung)? Setiap hukum ada faktornya ( 'il

Iri

Jadi, baru saja teman saya diterima kerja di salah satu perusahaan penyedia jasa angkutan online. Gajinya diatas 4jt dengan waktu kerja senin-jumat pukul 7 sampai lunch, fleksibel (bukan kantoran). Dan saya iri. Bukan iri yang mengundang untuk lebih produktif, it's be like "aduhhh pengen banget deh kayak gitu!" Atau "anjir hoki banget dih itu orang" setelah itu timbul kekhawatiran2 gak penting. Gilak, baru gitu doang. Gimana nnt kalau saya udah punya kerja terus temen2 ada yg lebih kaya, ada yang lebih prestatif. Nyatanya menerima konsep kekayaan vs kemapanan itu sulit banget. Kata orang, "There are people who rich and people who have money." Merasa amat terlambat karena prestasi orang lain, sedang kita masih gini. Bagi saya yang menjadi bahaya adalah timbulnya khawatir, jadi bikin ga fokus apa sama apa yang dikerja. Tidak tahu apa yang memang harus dan butuh untuk dikerjakan. Semua yang dikerjakan jadi terasa terburu2 (berkorelasi juga dengan mera